Pemeriksaan fisik sapi

LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN TERNAK KELOMPOK 3 Dodi Andika J3W412016 Atika Hasanah Putri J3W412021 Mira Aryuni J3W412005 Salim Borahima J3W412046 PROGRAM KEAHLIAN PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN TERPADU PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DAFTAR ISI I.PENDAHULUAN 3 1.1 Latar Belakang 3 1.2 Tujuan 4 II.TINJAUAN PUSTAKA 5 III. METODOLOGI 7 3.1 Waktu dan Tempat 7 2.2 Alat dan Bahan 7 2.3 Langkah kerja 7 IV. PEMBAHASAN 9 V.KESIMPULAN 12 DAFTAR PUSTAKA 13 I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan, sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha pemeliharaan ternak disebut sebagai peternakan (atau perikanan, untuk kelompok hewan tertentu) dan merupakan bagian dari kegiatan pertanian secara umum. Ternak dapat berupa binatang apa pun (termasuk serangga dan vertebrata tingkat rendah seperti ikan dan katak). Namun demikian, dalam percakapan sehari-hari orang biasanya merujuk kepada unggas dan mamalia domestik, seperti ayam, angsa, kalkun, atau itik untuk unggas, serta babi, sapi, kambing, domba, kuda, atau keledai untuk mamalia. Sebagai tambahan, di beberapa daerah di dunia juga dikenal hewan ternak yang khas seperti unta, llama, bison, burung unta, dan tikus belanda mungkin sengaja dipelihara sebagai ternak. Jenis ternak bervariasi di seluruh dunia dan tergantung pada sejumlah faktor seperti iklim, permintaan konsumen, daerah asal, budaya lokal, dan topografi. Kelompok hewan selain unggas dan mamalia yang dipelihara manusia juga disebut (hewan) ternak, khususnya apabila dipelihara di tempat khusus dan tidak dibiarkan berkelana di alam terbuka. Penyebutan "ternak" biasanya dianggap "tepat" apabila hewan yang dipelihara sedikit banyak telah mengalami domestikasi, tidak sekedar diambil dari alam liar kemudian dipelihara. merupakan hewan peliharaan Pembangunan peternakan dewasa ini merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, akibat dari pertambahan penduduk yang semakin cepat. Adanya perubahan pola konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan pertanian berubah, pada beberapa tahun yang lalu kebijakan pertanian diarahkan untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat dan saat ini kebijakan mulai bergeser kearah untuk memenuhi kebutuhan protein yang berasal dari ternak. Untuk dapat memenuhi kebutuhan protein tersebut, perlu digalakan untuk supaya petani disamping berbudidaya tanaman pangan juga dapat berbudidaya ternak dalam hal ini sapi potong, bagi peternak yang akan melaksanakan budidaya sapi potong ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dalam tulisan ini akan dicoba uraikan satu hal yang sangat mempengaruhi dalam usaha sapi potong yaitu pemilihan bibit dalam hal ini dilihat dari segi penampilan fisik sapi bakalan yang akan digemukan. Salah satunya adalah ternak sapi. Dalam budidayanya, Sapi membutuhkan perhatian lebih dari segi kesehatannya, tidak sedikit para peternak yang tidak mengetahui jenis-jenis penyakit pada sapi yang dapat mematikan sapi tersebut. Supaya ternak sapi kita dapat terhindar dari penyakit kita harus mengetahui jenis-jenis penyakit pada sapi dan cara menanggulanginya. Untuk mengetahui jenis penyakit tersebut, salah satu langkah awalnya adalah mengidentifikasi penampilan fisik sapi. 1.2 Tujuan -Mengetahui kondisi fisik ternak -Mengidenfikasi kesehatan ternak -Mengetahui umur ternak -Untuk mengetahui cara menghitung frekuensi pernapasan ternak -Untuk mengetahui cara menghitung denyut nadi dan frekuensi pernapasan sapi -Untuk mengetahui cara menggukur tinggi,dan lingkar dada sapi. II.TINJAUAN PUSTAKA Pemeriksaan kesehatan ternak sangatlah penting karena untuk suatu prediksi maupun identifikasi ternak tersebut sehat atau sakit (Akoso 1996). Beberapa faktor yang menyebabkan hewan ternak sakit antara lain faktor mekanis, termis, kekurangan nutrisi, zat kimia dan faktor lingkungan (siregar 1997) Suhu tubuh sapi dipengaruhi oleh jenis, bangsa, umur, jenis kelamin, kondisi dan aktivitasnya. Kisaran tubuh normal pada sapi adalah 38,5-39,60C dengan suhu kritis 40 0C (Subronto, 1985). Suhu lingkungan yang berubah-ubah menyebabkan ternak selalu berusaha untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap, karena sapi adalah hewan homeothermis. Kisaran suhu tubuh normal anak sapi 39,5-40ºC, sedangkan untuk sapi dewasa 38-39,5ºC (Sugeng, 2000). Mengukur panjang badan dapat dilakukan dengan cara menempatkan tongkat ukur bagian permanen dibagian depan tulang persendian pada kaki depan dan cara membacanya harus lurus, sehingga pengukuran yang dilakukan akurat (Susetyo 1977). Lingkar dada pada ternak menunjukkan berat badannya, di mana semakin panjang lingkar dadanya maka semakin berat bobot badan ternak tersebut dan sebaliknya semakin pendek lingkar dada suatu ternak maka berat badan ternak tersebut ringan atau ternak tersebut kurang sehat/ kurus (Roche 1975). Adapun untuk menentukan umur sapi yang perlu diperhatikan adalah kondisi gigi yang meliputi pertukaran gigi seri susu dengan gigi seri tetap, perecupan gigi seri, pergesekan, dan bintang gigi. Jika gigi seri susu I1 sudah berganti dengan gigi seri tetap dan sudah merecup, berarti umur sapi 2 tahun. Jika gigi seri susu I2 sudah berganti dan merecup, berarti umur sapi 3 tahun. Jika gigi seri susu I3 sudah berganti dan merecup, umur sapi 3,5 tahun. Jika semua gigi seri telah berganti (I4) dan merecup, umur sapi 4 tahun. Jika I4 ada tanda pergesekan, berarti umur sapi 5 tahun. (Timan 2003). Sudut mata terlihat bersih tanpa adanya kotoran atau getah radang dan tidak terlihat perubahan warna di selaput lendir dan kornea matanya. Ekornya selalu aktif mengibas untuk mengusir lalat. Pernafasan denyut jantung dan ruminansi normal dan dapat dirasakan (Akoso, 1996). III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Ada pun pelaksanaan pratikum kali ini dilakukan pada hari kamis, 12 september 2013 bertempat dikandang kampus Gunung Gede Institut Pertanian Bogor. 2.2 Alat dan Bahan Ada pun alat yang digunakan pada pratikum ini adalah sebagai berikut,termometer,meteran. Bahan yang digunakan adalah sapi itu sendiri. 2.3 Langkah kerja Adapun cara untuk menggukur suhu tubuh sapi dan domba adalah sebagai berikut : Pertama tenangkan ternak pada tempat yang teduh atau di kandang , termometer yang akan digunakan sudah dalam bersih dan kering serta sudah distandarisai, lalu angkat ekor ternak secara hati-hati ke atas kemudian masukkan ujung termometer (1/3 bagian )ke dalam rektum selama kira-kira 3 menit, kemudian amati temperatur tubuh sapi (yang ditunjukan pada skala termometer). Lakukan sebanyak 3 ulangan lalu rata-ratakan Adapun cara kerja menghitung denyut nadi dan frekuensi pernapasan sapi adalah sebagai berikut :pertama tenangkan ternak sapi pada tempat teduh atau dikandang , lalu angkat ekor ke atas(jangan terlalu ke atas ) asal kita dapat memegang vena coccygealis, kira-kira 8-10 cm dari pangkal ekor, vena coccygealis letaknya di bagian tengah bagian bawah , kemudian hitung berapa denyut nadi selama 1 menit (ulangi 3 kali )kemudian catat dan rata-ratakan. Adapun cara kerja menghitung frekuensi rumen ruminansia sapi adalah sebagai berikut : Untuk melihat gerakan rumen ternak dapat dilihat dari samping kiri bagian belakang dari rusuk terakhir atau pada bagian flank, dengan menggunakan tangan terkepal, tekan bagian rumen kemudian rasakan adanya dorongan rumen ke samping kurung lebih 5 menit, hitung berapa frekuensi rumen. Adapun cara kerja menghitung frekuensi pernapasan ternak sapi adalah sebagai berikut : Gunakan telapak tangan bagian luar kemudian letakkan kira-kira 5-7 cm di depan hidung sapi, kemudian hitung perakan atau frekuensi pernapasan selama satu menit. Cara mementukan umur sapi adalah dengan cara membuka mulut sapi , lalu hitung jumlah gigi sapi tersebut. Lalu tentukan umur sapi sesuai dengan bentuk dan jumlah gigi pada sapi. Cara menhitung berat badan sapi adalah menghitung panjang badan , tinggi badan dan lingkar dada. Kemudian masukkan kerumus. Panjang badan diukur lurus dari siku (humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii) menggunakan meteran. Lingkar dada diukur dengan melingkari meteran di dada sapi tepat dibelakang siku. Tinggi badan diukur mulai dari permukaan tanah hingga titik tertinggi pundak. Untuk pengamatan mukosa, lihat bagian dalam dari bagian tubuh yang diamati. Lihat warna dari mukosa tersebut. Bagian yang diamati adalah mulut, mata, penis / vulva, hidung dan anus. IV. PEMBAHASAN Hasil dan Pembahasan Kesehatan hewan merupakan suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusunnya dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi normal. Ciri-ciri ternak yang sehat meliputi : p 1 . Aktif, sigap, sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi disekitarnya. p 2. Kondisi tubuhnya seimbang, tidak sempoyongan/pincang, langkah kaki mantap dan teratur, dapat bertumpu dengan empat kaki dan posisi punggung rata. p 3. Mata bersinar, sudut mata bersih, tidak kotor dan tidak ada perubahan pada selaput lendir/kornea mata. p 4. Kulit/bulu halus mengkilat, tidak kusam dan pertumbuhannya rata. p 5. Frekuensi nafas teratur (20-30 kali/menit), halus dan tidak tersengal-sengal. p 6. Denyut nadi (50-60 kali/menit), irama teratur dan nada tetap Pemeriksaan ternak dimulai dari jarak yang tidak mengganggu kenyamanan dan ketenangan ternak. Usahakan lantai kandang bersih, saluran drainase baik dan ventilasi cukup. Hal ini memudahkan kita untuk melakukan pemeriksaan fisik ternak serta mampu membentengi ternak dari serangan penyakit Respirasi adalah proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian kegiatan fisik dan kimia dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya. Oksigen diambil dari udara sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam proses metabolisme. Frekuensi respirasi bervariasi tergantung antara lain dari besar badan, umur, aktivitas tubuh, kelelahan dan penuh tidaknya rumen. Kecepatan respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Meningkatnya frekuensi respirasi menunjukkan meningkatnya mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan fisiologik dalam tubuh hewan. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi. Frekuensi denyut nadi dapat dideteksi melalui denyut jantung yang dirambatakan pada dinding rongga dada. Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda mempunyai denyut nadi yang lebih frekuensi dari pada hewan tua. Pada suhu lingkungan tinggi, denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O2 dan nutrient melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut nadi.. Frekuensi denyut sapi pada pagi dan sore hari berbeda dikarenakan pula oleh beberapa faktor yang mempengaruhi suhu dan respirasi pada ternak potong.Stres juga dapat di jadikan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berubahnya denyut nadi ternak . Dari hasil pengamatan ternak pedet didapat hasil sebagai berikut : Parameter Pengukuran Keterangan I II III Rata-rata Frekuensi nadi 70 70 70 70 Normal frekuensi nafas 19 20 18 19 Normal Frekuensi rumen 7 8 7 7,3 Normal Temperatur 39,5 39,5 39,5 39,5 Normal Cermin hidung Basah Normal Setelah dilakukan pengamatan, pedet yang kami amati termasuk normal karena tiap – tiap frekuensi yang diamati masih menunjukkan nilai ambang batas. Selain itu, pedet juga memiliki bulu yang halus dan cerah. Hal ini merupakan salah satu kategori ternak sehat. Contoh hewan Pengukuran Warna mukosa Tinggi badan Lingkar badan Panjang badan Mulut Mata Penis/ pulva Hidung Anus Pedet jantan 124 cm 101 cm 85 cm Merah muda Jernih dan merah muda Merah muda Basah dan merah muda Merah muda Melalui berbagai percobaan, Schoorl menemukan rumus untuk mengetahui berat badan dengan cukup mengetahui satu komponen, yakni lingkar dada. Rumus itu dinamai namanya sendiri rumus Schoorl yaitu Bobot Badan (kg) = {lingkar dada (cm) + 22} dikuadratkan dibagi 100. Sementara Scheiffer mengadopsi rumus tabung dengan menampilkan formula, yakni Bobot Badan (lubels) = {lingkar dada (inchi) kuadrat x panjang badan} (inchi) dibagi 300. Rumus ini disesuaikan oleh Lambourne dengan mengonversi ke dalam satuan yang cocok dengan kehidupan masyarakat kita, yakni Bobot Badan (kg) = {lingkar dada (cm) kuadrat x panjang badan (cm)} dibagi 10840. Sejumlah peneliti mencoba membuktikan keakuratan rumus-rumus itu diuji-cobakan terhadap beberapa kelompok sapi antara bobot taksir dan bobot timbangan. Hasilnya rumus Scheiffer dan Lambourne lebih mendekati berat real sapi sebenarnya dengan tingkat kesalahan di bawah 10 persen. Sedangkan rumus Schoorl tingkat kesalahannya mencapai 22,3 persen. Jika memakai rumus dari Lambourne maka berat badan pedet adalah = (lingkar dada2 x panjang badan) / 10840 = (101 cm 2 x 85 cm) / 10840 =(10201 x 85) / 10840 =867085/10840 =79,989 kg Pedet juga memiliki warna mukosa merah muda pada mulut , anus , penis , mata dan hidung. Hal ini berarti bahwa pedet jantan ini memiliki kenampakaan tubuh yang normal. Dimana fungsi dari organ tersebut masih baik atau belum mengalami penurunan fungsi. Penentuan umur berdasarkan gigi seri pada sapi Macam gigi Tumbuh (umur) Temporer : Di 1 Lahir sampai 2 minggu Di 2 Di 3 Di 4 Dp 1 Lahir sampai beberapa hari Dp 2 Dp 3 Permanen : I-1 1 ½ sampai 2 tahun I-2 2 sampai 2 ½ tahun I-3 3 tahun I-4 3 ½ sampai 4 tahun (Prihadi dan Adiarto, 2008) Dari hasil pngamatan, pedet jantan memiliki gigi I4 maka umur sapi tersebut adalah 3,5 – 4 tahun. Warna gigi pedet adalah putih susu. Hal ini juga menunjukkan bahwa ternak tersebut masih berumur muda. Jika tua , gigi ternak akan berwarna kuning dan aus. KESIMPULAN Setelah dilakukan pengamatan fisik sapi , maka dapat disimpulkan bahwa pedet jantan tersebut berada dalam kondisi sehat atau normal karena tidak ditemui gejala-gejala penyakit pada pedet tersebut. DAFTAR PUSTAKA Akoso,T. B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisus: Yogyakartas Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press Hasanudi. 1997. Pengelolaan Ternak Sapi Pedaging. FP-USU : Medan Housebandry. 2009. Pengaruh Lingkungan terhadap Keadaan Fisiologis Ternak Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh: Koen Praseno). Roche. 1975. Pengukuran Berat Badan Ternak berdasarkan Performance. Yogyakarta: Dinas Peternakan Provinsi DIY. Subronto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta Sugeng, Y. B. 2000. Ternak Potong dan Kerja. Edisi I. CV. Swadaya : Jakarta Susetyo. 1997. Performance Tubuh Ternak. Jakarta: Cv.Yasaguna Timan.2003. Pengaruh Lingkungan terhadap Keadaan Fisiologis.

Comments

Popular Posts